Pada minggu
yang lalu telah kita bahas tentang hukum memenuhi undangan . Dimana hukum
memenuhi undangan adalah wajib untuk undangan pernikahan dan sunnah untuk
selain pernikahan. Namun untuk menjadi hukum wajib harus memenuhi tujuh syarat,
bila tujuh syarat yang telah kita bahas tersebut tidak terpenuhi maka hukumnya
bisa berubah menjadi haram untuk memenuhi undangan tersebut.
Nah setelah
membahas hukum, maka pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang
adab-adab bagi pengundang dan adab-adab bagi yang mengundang.
ADAB-ADAB BAGI PENGUNDANG
Adab yang pertama,
prioritaskan mengundang orang-orang yang soleh
Prioritaskan
dari daftar undangan kita dari orang-orang yang soleh, The Big Ten, atau
The Big Hundred (jika undangannya banyak) pilih orang-orang yang soleh.
Wah, nanti yang diundang ustad semua, belum tentu ustad itu soleh. Jadi gak
mesti yang soleh itu ustad. Tukang becak juga ada yang soleh. Waktunya solat,
berhenti. Jadi kata soleh itu bukan monopolinya ustad.
Kenapa harus
diprioritaskan yang soleh?, karena itu merupakan pesan Nabi kita Muhammad SAW. Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan hadits ini dinyatakan
Hasan oleh Imam Tiridzi dan Syech Al Bani.
Rasulullah
SAW bersabda : "Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan
memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa." (HR. Ahmad dihasankan oleh
al-Albani)”
Maksud hadits
di atas adalah supaya kita berteman dengan orang yang beriman. Mengapa
demikian? Supaya kita tidak ketularan hal-hal yang tidak baik. Kalau sekedar
bertemu, menyapa, tidak masalah. Tetapi mencari teman, apalagi teman yang
akrab, maka bertemanlah dengan yang beriman. Supaya apa? supaya kita ketularan
imannya. Kalau kita berteman dengan teman yang tidak baik yang hobinya berbuat
dosa, maka kita akan kecripatan, akan terpengaruh perilaku buruknya.
Nabi Muhammad SAW bersabda: "Jangan
berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali
orang yang bertakwa." (HR. Ahmad dihasankan oleh al-Albani)”
Nah, yang
harus kita bawahi adalah: dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang
bertakwa. Mengapa harus orang-orang
yang bertakwa yang kita undang?alasannya apa? Para ulama kita mengatakan, “Karena
orang yang bertakwa, ketika makan, energi yag dihasilkan dari makanan yang dia
makan itu untuk kebaikan. Sehingga kita juga dapat pahala. Makanya para sahabat
dahulu senang mengundang Rasul SAW, karena mereka tahu begitu Rasul dapat
energi, energinya itu untuk kebaikan, untuk ibadah.
Sementara kalau
yang makan makanan kita itu seorang maling, yang energinya digunakan untuk
mencuri, maka jangan kita undang, kecuali kita tidak tahu bahwa orang tersebut
adalah maling.
Tanya:
Misal ada kasus, ada seorang yang
kelaparan. Kalau dia tidak makan dia mati, dia adalah seorang kafir, dan saat
itu yang ada dihadapannya adalah kita. Dikasih makan tidak orang kafir
tersebut? Katanya yang dikasih makan adalah orang-orang yang bertakwa.
Jawab:
Tetap dikasih makan. Untuk
menyelamatkan nyawa. Di dalam Al Qur’an Alloh SWT berfirman dalam sura Al Insan
ayat 8:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ
حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
" Dan
mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan
orang yang ditawan."
Diantara ciri-ciri
orang yang beriman adalah suka memberikan makanan yang dia sukai kepada orang
miskin, jadi bukan ngasih makanan yang basi atau makanan yang tidak disukai.
Bukan seperti itu. Tetapi ngasih makanan yang kita sukai. Ciri yang lain adalah
suka memberi makanan yang disukai kepada anaka yatim dan kepada tawanan perang.
Tawanan perang itu rata-rata orang kafir. Dan kita dianjurkan untuk ngasih
makan pada mereka dengan makanan yang kita sukai.
Makanya kalau kita perhatikan, Berbeda sekali
perlakuan terhadap tawanan antara muslim dengan non muslim. Sementara pada
jaman nabi Muhammad SAW jauh diatas apa
yang digembor-gemborkan oleh orang-orang barat. Coba lihat orang barat tawanan
perangnya dimana, ya di penjara Guantanamo, tawanan mendapat perlakuan dan
makanan yang tidak manusiawi. Sementara ajaran Islam yang mulia mengajarkan
tawanan perang untuk dikasih makanan yang kita sukai. Kalau kita suka soto maka
tawanan juga makan soto, kalau kita suka sate maka tawanan juga dikasih sate,
dst.
Jadi dalam QS Al Insan ayat 8 tadi menunjukkan
bolehnya memberi makanan pada orang kafir.
Tanya:
Wah
berarti ada pertentangan dong antara dalil-dalil tadi, yang satu kalau memberi
makan sebaiknya orang yang bertakwa, dalil yang lain boleh memberi makan pada
orang kafir.
Jawab:
Tidak
ada pertentangan dalam dalil. Dalam Islam tidak mungkin terjadi pertentangan
antar dalil. Dalam Al Quran disebutkan: “Jika Al Quran ini bukan dari Alloh,
niscaya akan ada pertentangan. Jadi menurut para ulama yang dimaksud dalam
hadist di atas adalah tentang masalah undangan. Kalau mengundang orang pilihlah
orang-orang yang bertakwa. Kalau masalah ngasih, no problem. Kita mau ngasih
kepada orang yang tidak bertakwa tidak apa-apa. Apalagi kalau kita punya misi
dibalik itu.
Nabi kita Muhammad SAW dan para sahabat juga
mencontohkan hal tersebut. Begitu menyembelih, Nabi SAW langsung berpesan
kepada pembantunya. “jangan lupa tetangga kita yahudi, kasih dia yang pertama
kali.” Dikasih yang pertama kali padahal agamanya yahudi. Jadi kalau kita
ngasih tidak ada masalah, akan tetapi kalau ngundang sebaiknya kita
memprioritaskan orang yang soleh.
Adab
yang kedua, Jangan mengkhususkan undangan hanya untuk orang kaya
Sebagaimana disebutkan dalam hadist :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنِ الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: «شَرُّ الطَّعَامِ
طَعَامُ الوَلِيمَةِ، يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الفُقَرَاءُ، وَمَنْ
تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ» روه البخرى
Artinya: Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, Malik memberitakan kepada kami,
dari Ibnu Syihab, dari A’raj, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Bahwa
sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “seburuk buruk makanan adalah makanan
walimah(pesta) dimana yang diundang hanyalah orang orang kaya sedangkan orang
orang fakir tidak diundang, siapa yang tidak memenuhi undangan walimahan, maka
ia durhaka kepada Allah dan Rasulnya”. (H.R. Bukhari).
Kok bisa, karena kebanyaka resepsi pernikahan yang
diundang adalah orang kaya. Sementara yang miskin kebagian sisanya. Dan ini
dilarang oleh Rasulullah SAW. Mengapa demikian, karena yang lebih butuh dengan
makanan itu adalah orang-orang miskin. Kalau orang-orang kaya, mereka sudah
sering makan makanan enak di rumahnya. Sedangkan orang-orang miskin mereka
jarang makan enak.
Kenapa demikian, karena kalau hanya mengundang
orang-orang kaya maka menunjukkan sikap takabbur. Jadi ada sikap akabbur
disitu,dia merasa gengsi kalau rumahnya didatangi orang yang miskin. Bahkan ada
sebagian yang menganggap kalau mengundang orang miskin akan membawa bakteri
atau virus pembawa penyakit. Subhanalloh!
Syaikh Bin Baz Rahimahulloh. Beliau kalau makan, tidak
pernah makan sendirian. Pasti mengundang tukang sapu, pembantu, kuli, tukang
bangunan, tukang parkir, tukang becak, dll . Itu yang diundang. Jadi kalau
waktunya makan, rame para kuli. Makanan ditaruh di atas Sufroh (Kalau di kita
memakai semacam daun pisang). Kalau disana semacam plastik sekali pakai.
Diatasnya ditaruh nampan berisi makanan, ada ayam, dan lain-lain. Mereka makan bersama syaikh. Bahkan
diceritakan orang yang pernah makan bersama beliau, kalau ada daging itu beliau
(beliau tuna netra) Jadi kalau nemu daging itu beliau di sewir-sewirkan terus
di bagi-bagikan kepada orang yang disampingnya. Kalau kita kan jatahnya
sebelahnya diserobot J seperti yan terjadi di sebagian pondok pesantren.
Suatu hari, beliau kedatangan pejabat. Pejabat ini
kepengen makan makan bareng sama beliau. Makan bersama ulama kan sebuah
kebanggaan. Tetapi begitu melihat yang hadir disitu orang-orang yang nggak level , orang-orang kuli yang bau
nya dinasourus.. :) Akhirnya pejabat
itu lewat ajudannya atau lewat muridnya syeih
menyampaikan bahwa ada pejabat yang ingin makan bersamanya tetapi minta
dipisah dengan sekat, pejabat dengan syeikh dan dibalik sekat orang-orang
pinggiran tadi. Apa jawaban beliau, dengan kata yang sopan beliau menjawab: “Ya
kalau mau makan sama saya ya seperti ini, kalau tidak mau dengan cara seperti
ini ya tidak apa-apa tidak makan bersama saya”. Akhirnya tidak jadi. Karena
beliau tetep mempertahankan pengen makan dengan orang-orang miskin. Kemudian
beliau menyampaikan kepada murid-muridnya bahwa itu adalah orang-orang yang
tidak pernah merasakan nikmatnya makan bersama orang-orang yang miskin.
Jadi beliau mengajarkan bahwa makan dengan orang
miskin itu nikmat. Sebagian orang makan dengan orang kaya itu jaim. Ngambil
nasinya sedikit padahal sebenarnya lapar. Ngambil lauknya dikit, padahal
sebenarnya kepengen sekali. Beda kalau makan dengan orang miskin. Bebas
makannya dengen tetep beretika. Ada sebagian orang makan sengaja disisakan
karena takut dikatakan nggragas
(rakus). Lagi-lagi jaim. “Monggo tanduk”..dijawabnya “Sampun, sampun” padahal
sebenernya masih laper. Ngapain seperti itu, kalau memang masih lapar ya makan
lagi saja. Makanya ada ungkapan arab mengatakan “Assoo hatu rokhah, blak blakan
itu plong/lega”. Jadi kalau memang lapar ya makan, kalau masih kurang ya nambah
lagi, tidak usah jaim. Cuma jangan sampai kekenyangan.
Jadi kenapa kita tidak boleh meng khususkan undang
kepada oran kaya saja, karena itu adalah salah satu indikasi adanya sifat
kesombongan. Takabbur di dalam hati.
Tanya:
Bolehkah
kita mengundang orang-orang tertentu saja, secara khusus? Misal syukuran
kantor, mengundang khusus karyawan kantor saja, atau misal kita punya acara
keluarga yang kita undang yang keluarga saja, boleh tidak?
Jawab:
Boleh.
Kalau memang misinya undangan khusus seperti itu tidak apa-apa. Walaupun yang
kita undang itu orang-orang tertentu. Dan memang mungkin orang-orang yang
terpandang. Tidak apa-apa. Akan tetapi diusahakan jangan sampai kita mengundang
itu cuma karena kekayaannya saja. Motivasinya cuma karena si fulan kaya, itu
yang tidak benar. Si fulan kaya tetapi punya hubungan kerabat, punya hubungan
bisnis, itu tidak apa-apa. Sebagaimana Rasululah SAW biasa diundang para
sahabat.
Adab
yang ketiga, Harus meluruskan niat
Kalau kita mengundang orang, entah ke pernikahan atau
yang lainnya, niatnya harus benar. Niat yang benar itu seperti apa?
Niat
yang benar itu :
1. Mengikuti sunnah Nabi SAW
HR Bukhari Muslim: Ketika Abdurrahan
bin auf menikah, Beliau tidak punay apa-apa. Kemudian dipersaudarakan oleh
Rasul dengan sahabat dari Anshar. Sahabat dari anshat terseut punya istri dua
dan ladang dua. Abdurrahman bin auf ini datang tidak bawa-apa2..dst...semoga
alloh memberkahi hartau dan keluargamu..tolong tunjukkan padaku jalan menuju
pasar. Dst......maka beliau pun menikah dengan mahar emas sebesar biji kurma.
Nabi SAW dengar bahwa Abdurahman bin Mauf nikah maka nabi berpesan..Wahai
abdurahman, bikin walimah walau hanya dengan cara menyembelih seekor kambing.
Jadi nabi kita memerintahkan supaya bikin walimah. Berarti kalau kita bikn
walimah, kita mengikuti sunnag Rasul SAW. Dapat pahala.
2. Sebagai bentuk rasa syukur pada Alloh.
Alhamdulillah sudah nikah,
alhamdulilah punya mobil baru, dll. Imam Al Hajr Al Haitami begitu selesai
menulis kitab Fathul Bari, diundanglah para ulama. Syukur pada Alloh SWT.
3. Menyenangkan orang-orang yang butuh
Makanya jangan hanya mengundang orang
kaya, undang lah orang miskin juga. Supaya mereka ikut senang. Membuat orang
lain senang itu ibadah dalam Islam.
Tanya:
Niat yang salah seperti apa ustad?
Jawab
: Niat yang salah itu kalau tujuannya
untuk .... atau untuk riya’
Makanya kalau kita mau mengundang, tanyakan pada diri
sendiri, tujuannya apa. Ada orang yang mengadakan walimah tujuannya agar
menjadi pernikahan yang ter......termegah misalnya, pokoknya biar menjadi buah
bibir bahwa pernikahannya adalah pernikahan yang megah, dihadiri sekian
undangan, dll.
Walimah
hari pertama dibenarkan agama. Walimah hari kedua disunnahkan. Walimah hari ketiga
sum’ah dhohiriyyah (pamer).
Maka niatnya harus jelas, untuk bangga-banggaan, untuk
pamer, atau untuk apa. Sebab ketika akan mengundang atau melakukan apapunjuga
harus dicek dulu niatnya.
Adab
yang keempat, tidak berlebih-lebihan
Dalam
agama Islam, berebih-lebihan di dalam segala sesuatu dilarang. Bahkan dalam
ibadah pun kita tidak boeh berlebih-lebihan. Alloh SWT berfirman di dalam QS Al
A’ra ayat 31:
۞ يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ
مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا
يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
"Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan."
Assalamualaikum ustad mau bertanya.. Apakah benar bahwa jika kita tidak diundang hukumnya haram untuk hadir ke acara undangan tersebut? Terimakasih ustad
ReplyDeleteWaalaikum salam...
DeleteYang dimaksud haram dalam artikel diatas adalah kita haram datang mmenuhi undangan (diundang) apabila terdapat 7 kemungkaran dalam acara resepsi sesuai dengan artikel sebelumnya :
baca http://catatan-halakoh.blogspot.co.id/2015/10/hukum-menghadiri-undangan.html
Apabila sudah mafhum sesuai adat, misal adat di desa apabila ada hajatan /walimah tidak memakai undangan, dan sudah dipahami semua warga, maka tidak ada larangan untuk hadir.