Yang dimaksud istiqomah
هي سلوك الصراط المستقيم ، وهو الدين القيم ، من غير مَيلِ عنه يَمْنَةً
ولا يَسرَةً ، ويَشمُلُ ذلك فعلَ الطاعات كلَها ، الظاهرة والباطنة ، وتركَ المنهياتِ
كلَها ، الظاهرة والباطنة
adalah menempuh jalan (agama) yang lurus
(benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup
pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan
meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. ( Inilah pengertian istiqomah yang
disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali).
Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan
istiqomah adalah firman Allah Ta’ala,
إِنَّ
الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ
الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي
كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
“Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka
malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa
takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)
Yang dimaksud dengan istiqomah di sini
terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir:
[1] Istiqomah di atas tauhid,
sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid,
[2] Istiqomah dalam ketaatan dan
menunaikan kewajiban Allah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Al Hasan
dan Qotadah,
[3] Istiqomah di atas ikhlas dan
dalam beramal hingga maut menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul ‘Aliyah
dan As Sudi.2 Dan sebenarnya istiqomah bisa mencakup tiga tafsiran ini karena
semuanya tidak saling bertentangan.
Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang
istiqomah dan teguh di atas tauhid dan ketaatan, maka malaikat pun akan memberi
kabar gembira padanya ketika maut menjemput 3 “Janganlah takut dan janganlah
bersedih”.
Mujahid, ‘Ikrimah, dan Zaid bin Aslam
menafsirkan ayat tersebut: “Janganlah takut pada akhirat yang akan kalian
hadapi dan janganlah bersedih dengan dunia yang kalian tinggalkan yaitu anak,
keluarga, harta dan tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan
mengurusnya.” Begitu pula mereka diberi kabar gembira berupa surga yang
dijanjikan. Dia akan mendapat berbagai macam kebaikan dan terlepas dari
berbagai macam kejelekan. 4
Zaid bin Aslam mengatakan bahwa kabar
gembira di sini bukan hanya dikatakan ketika maut menjemput, namun juga ketika
di alam kubur dan ketika hari berbangkit. Inilah yang menunjukkan keutamaan
seseorang yang bisa istiqomah.
Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat di
atas, ia pun berdo’a, “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya Allah,
Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami).”5
Yang serupa dengan ayat di atas adalah
firman Allah subhanahu wa ta’ala,
إِنَّ
الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ, أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً
بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
“Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.
Mereka
itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas
apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14).
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin
Abdillah, beliau berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى
الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ – وَفِى حَدِيثِ أَبِى أُسَامَةَ
غَيْرَكَ – قَالَ « قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ ».
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua
perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada
orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, “selain engkau”].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman
kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.”6 Ibnu Rajab
mengatakan, “Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sudah mencakup
wasiat dalam agama ini seluruhnya.”7
Pasti Ada Kekurangan dalam Istiqomah
Ketika kita ingin berjalan di jalan yang
lurus dan memenuhi tuntutan istiqomah, terkadang kita tergelincir dan tidak
bisa istiqomah secara utuh. Lantas apa yang bisa menutupi kekurangan ini?
Jawabnnya adalah pada firman Allah Ta’ala,
قُلْ
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ
“Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah
seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu adalah Rabb
Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju kepada-Nya
dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Fushilat: 6). Ayat ini memerintahkan untuk
istiqomah sekaligus beristigfar (memohon ampun pada Allah).
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Ayat di
atas “Istiqomahlah dan mintalah ampun kepada-Nya” merupakan isyarat bahwa
seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan. Yang menutupi
kekurangan ini adalah istighfar (memohon ampunan Allah). Istighfar itu sendiri
mengandung taubat dan istiqomah (di jalan yang lurus).”8
Kiat Agar Tetap Istiqomah
Ada beberapa sebab utama yang bisa membuat
seseorang tetap teguh dalam keimanan.
Pertama: Memahami dan mengamalkan dua
kalimat syahadat dengan baik dan benar.
Allah Ta’ala berfirman,
يُثَبِّتُ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي
الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang
beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat;
dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia
kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan dalam hadits berikut.
الْمُسْلِمُ
إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ
الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ )
“Jika seorang muslim ditanya di dalam
kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan
(iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di
dunia dan di akhirat”.”9
Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang
dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan
mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan
diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir,
pen).” Perkataan semacam Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf lainnya.10
Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman
di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam kubur) dengan
dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa
agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan
benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat
syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak
menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu
berbuat syirik.
Oleh karena itu, kiat pertama ini
menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan
hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi
terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar
agama untuk memperbaiki aqidahnya, mendalami tauhid dan juga menguasai
kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena
itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama
yang merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan
pertolongan Allah.
Kedua: Mengkaji
Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya.
Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat
meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan
yang lurus. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ
نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا
وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril)11
menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati)
orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan
secara beangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagaimana terdapat dalam ayat,
وَقَالَ
الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ
لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا
“Berkatalah orang-orang yang kafir:
“Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”
demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara
tartil (teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32)
Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang
bisa terus kokoh dalam agamanya. 12 Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk
dan obat bagi hati yang sedang ragu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ
لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
“Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar
bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushilat: 44). Qotadah mengatakan, “Allah
telah menghiasi Al Qur’an sebagai cahaya dan keberkahan serta sebagai obat
penawar bagi orang-orang beriman.”13 Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut,
“Katakanlah wahai Muhammad, Al Qur’an adalah petunjuk bagi hati orang beriman
dan obat penawar bagi hati dari berbagai keraguan.”14
Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan
yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji Al Qur’an dan
merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan
filosof dan manusia lainnya. Orang yang giat merenungkan Al Qur’an dan
memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang
mesti kita jalani agar kita bisa terus istiqomah.
Ketiga:
Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah
Maksudnya di sini adalah seseorang
dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syari’at atau dalam beramal dan
tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh
Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan
dalam hadits dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ
الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah
Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika
melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. 15
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah
bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan
yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit
yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan
diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan
tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun
konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat
dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.”16
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan
yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang
konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan
meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal
ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.”17 Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena
meninggalkan amalan shalat malam.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash
radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata padanya,
يَا
عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ
اللَّيْلِ
”Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti
si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak
mengerjakannya lagi.”18
Selain amalan yang kontinu dicintai oleh
Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus ”futur” (jenuh untuk
beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa
malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus
menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan
selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting kontinu
walaupun jumlahnya sedikit.
Keempat: Membaca
kisah-kisah orang sholih sehingga bisa dijadikan uswah (teladan) dalam
istiqomah.
Dalam Al Qur’an banyak diceritakan
kisah-kisah para nabi, rasul, dan orang-orang yang beriman yang terdahulu.
Kisah-kisah ini Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan mengambil teladan dari kisah-kisah tersebut ketika
menghadapi permusuhan orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman,
وَكُلًّا
نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ
فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami
ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan
dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud: 11)
Contohnya
kita bisa mengambil kisah istiqomahnya Nabi Ibrahim.
قَالُوا
حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آَلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ (68) قُلْنَا يَا نَارُ
كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ (69) وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ
الْأَخْسَرِينَ (70)
“Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah
tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: “Hai
api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. mereka hendak
berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang
yang paling merugi.” (QS. Al Anbiya’: 68-70)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
آخِرَ
قَوْلِ إِبْرَاهِيمَ حِينَ أُلْقِىَ فِى النَّارِ حَسْبِىَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“Akhir perkataan Ibrahim ketika dilemparkan
dalam kobaran api adalah “hasbiyallahu wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah sebagai
penolong dan sebaik-baik tempat bersandar).”19 Lihatlah bagaimana keteguhan
Nabi Ibrahim dalam menghadapi ujian tersebut? Beliau menyandarkan semua urusannya
pada Allah, sehingga ia pun selamat. Begitu pula kita ketika hendak istiqomah,
juga sudah seharusnya melakukan sebagaimana yang Nabi Ibrahim contohkan. Ini
satu pelajaran penting dari kisah seorang Nabi.
Begitu pula kita dapat mengambil pelajaran
dari kisah Nabi Musa ‘alaihis salam dalam firman Allah,
فَلَمَّا
تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ, قَالَ كَلا إِنَّ
مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
“Maka setelah kedua golongan itu saling
melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan
tersusul”. Musa menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya
Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku”.” (QS. Asy
Syu’aro: 61-62). Lihatlah bagaimana keteguhan Nabi Musa ‘alaihis salam ketika
berada dalam kondisi sempit? Dia begitu yakin dengan pertolongan Allah yang
begitu dekat. Inilah yang bisa kita contoh.
Oleh karena itu, para salaf sangat senang
sekali mempelajari kisah-kisah orang sholih agar bisa diambil teladan
sebagaimana mereka katakan berikut ini.
Basyr bin Al Harits Al Hafi mengatakan,
أَنَّ
أَقْوَامًا مَوْتَى تَحْيَا القُلُوْبَ بِذِكْرِهِمْ وَأَنَّ أَقْوَامًا أَحْيَاءَ
تَعْمَى الأَبْصَارَ بِالنَّظَرِ إِلَيْهِمْ
“Betapa banyak manusia yang telah mati
(yaitu orang-orang yang sholih, pen) membuat hati menjadi hidup karena
mengingat mereka. Namun sebaliknya, ada manusia yang masih hidup (yaitu
orang-orang fasik, pen) membuat hati ini mati karena melihat mereka.”20 Itulah
orang-orang sholih yang jika dipelajari jalan hidupnya akan membuat hati
semakin hidup, walaupun mereka sudah tidak ada lagi di tengah-tengah kita.
Namun berbeda halnya jika yang dipelajari adalah kisah-kisah para artis, yang
menjadi public figure. Walaupun mereka hidup, bukan malah membuat hati semakin
hidup. Mengetahui kisah-kisah mereka mati membuat kita semakin tamak pada dunia
dan gila harta. Wallahul muwaffiq.
Imam Abu Hanifah juga lebih senang
mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab fiqih. Beliau
rahimahullah mengatakan,
الْحِكَايَاتُ
عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ مِنْ الْفِقْهِ لِأَنَّهَا
آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ
“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama
mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam
kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.”21
Begitu pula yang dilakukan oleh Ibnul
Mubarok yang memiliki nasehat-nasehat yang menyentuh qolbu. Sampai-sampai
‘Abdurrahman bin Mahdi mengatakan mengenai Ibnul Mubarok, “Kedua mataku ini
tidak pernah melihat pemberi nasehat yang paling bagus dari umat ini kecuali
Ibnul Mubarok.”22
Nu’aim bin Hammad mengatakan, “Ibnul
Mubarok biasa duduk-duduk sendirian di rumahnya. Kemudian ada yang menanyakan
pada beliau, “Apakah engkau tidak kesepian?” Ibnul Mubarok menjawab, “Bagaimana
mungkin aku kesepian, sedangkan aku selalu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam?” 23 Maksudnya, Ibnul Mubarok tidak pernah merasa kesepian karena sibuk
mempelajari jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Itulah pentingnya merenungkan kisah-kisah
orang sholih. Hati pun tidak pernah kesepian dan gundah gulana, serta hati akan
terus kokoh.
Kelima: Memperbanyak
do’a pada Allah agar diberi keistiqomahan.
Di antara sifat orang beriman adalah selalu
memohon dan berdo’a kepada Allah agar diberi keteguhan di atas kebenaran. Dalam
Al Qur’an Allah Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdo’a
kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah Ta’ala
berfirman,
وَكَأَيِّنْ
مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
(146) وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا
وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ
الْكَافِرِينَ (147) فَآَتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ
الْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (148
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang
bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka
tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan
tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang
sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa
kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan
teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘.
Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik
di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali
‘Imran: 146-148).
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا
أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas
diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap
orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah: 250)
Do’a lain agar mendapatkan keteguhan dan
ketegaran di atas jalan yang lurus adalah,
رَبَّنَا
لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً
إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan
hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami,
dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya
Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)
Do’a yang paling sering Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,
يَا
مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa
diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas
agama-Mu).”
Ummu Salamah pernah menanyakan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering
beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,
يَا
أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ
أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati
manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah
kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang
dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.”24
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّ
الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah
‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.”25
Keenam: Bergaul
dengan orang-orang sholih.
Allah menyatakan dalam Al Qur’an bahwa
salah satu sebab utama yang membantu menguatkan iman para shahabat Nabi adalah
keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
وَكَيْفَ
تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ
يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian
menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nyapun
berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada
(agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang
lurus.” (QS. Ali ‘Imran: 101).
Allah juga memerintahkan agar selalu
bersama dengan orang-orang yang baik. Allah Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur).” (QS.
At Taubah: 119).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan
kebaikan dan sering menasehati kita.
مَثَلُ
الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ
الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ
رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ
رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan
orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik
minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya,
engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan
pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar,
minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” 26
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits
ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama
maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan
orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”27
Para ulama pun memiliki nasehat agar kita
selalu dekat dengan orang sholih.
Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata,
نَظْرُ
المُؤْمِنِ إِلَى المُؤْمِنِ يَجْلُو القَلْبَ
“Pandangan seorang mukmin kepada mukmin
yang lain akan mengilapkan hati.”28 Maksud beliau adalah dengan hanya memandang
orang sholih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika
orang-orang sholih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka
pun mendatangi orang-orang sholih lainnya.
‘Abdullah bin Al Mubarok mengatakan, “Jika
kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri
penuh kekurangan.”
Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati
ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’.”29
Ibnul Qayyim mengisahkan, “Kami
(murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau
muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan
sempit dalam menjalani hidup, kami segera mendatangi Ibnu Taimiyah untuk
meminta nasehat. Maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan
nasehat beliau serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan
berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”.30
Itulah pentingnya bergaul dengan
orang-orang yang sholih. Oleh karena itu, sangat penting sekali mencari
lingkungan yang baik dan mencari sahabat atau teman dekat yang semangat dalam
menjalankan agama sehingga kita pun bisa tertular aroma kebaikannya. Jika
lingkungan atau teman kita adalah baik, maka ketika kita keliru, ada yang
selalu menasehati dan menyemangati kepada kebaikan.
Kalau dalam masalah persahabatan yang tidak
bertemu setiap saat, kita dituntunkan untuk mencari teman yang baik, apalagi
dengan mencari pendamping hidup yaitu suami atau istri. Pasangan suami istri
tentu saja akan menjalani hubungan bukan hanya sesaat. Bahkan suami atau istri
akan menjadi teman ketika tidur. Sudah sepantasnya, kita berusaha mencari
pasangan yang sholih atau sholihah. Kiat ini juga akan membuat kita semakin
teguh dalam menjalani agama.
Demikian beberapa kiat mengenai istiqomah.
Semoga Allah senantiasa meneguhkan kita di atas ajaran agama yang hanif (lurus)
ini. Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas
agama-Mu.
___________________________
1. Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 246, Darul
Muayyid, cetakan pertama, tahun 1424 H.
2 Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, 5/304, Mawqi’ At Tafasir.
3 Ini pendapat Mujahid, As Sudi dan Zaid bin Aslam. Lihat Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/177, Dar Thoyyibah, cetakan kedua, tahun 1420
H.
4 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7/177.
5 Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 245.
6 HR. Muslim no. 38.
7 Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 246.
8 Idem
9 HR. Bukhari no. 4699 dan Muslim no. 2871, dari Al Barro’ bin
‘Azib.
10 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 4/502.
11 Malaikat Jibril disebut ruhul qudus oleh Allah agar beliau
tersucikan dari segala macam ‘aib, sifat khianat, dan kekeliruan (Lihat Taisir
Al Karimir Rohman, ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 449, Muassasah Ar
Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H). Sehingga tidak boleh dikatakan bahwa
Jibril memanipulasi ayat atau menyatakan bahwa Al Qur’an adalah perkataan
Jibril dan bukan dari Allah. Ini sungguh telah menyatakan Jibril khianat dalam
menyampaikan wahyu dari Allah. Wallahul muwaffiq.
12 Lihat Wasa-il Ats Tsabat, Syaikh Sholih Al Munajjid, hal. 2-3,
Asy Syamilah.
13 Lihat Jaami’ul Bayan fii Ta’wilil Qur’an, Ibnu Jarir Ath Thobari,
21/438, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1420 H.
14 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7/184.
15 HR. Muslim no. 783, Kitab shalat para musafir dan qasharnya, Bab
Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan amalan lainnya.
16 Syarh Muslim, An Nawawi, 6/71, Dar Ihya’ At Turots, cetakan
kedua, tahun 1392 H.
17 Fathul Baari lii Ibni Rajab, 1/84, Asy Syamilah
18 HR. Bukhari no. 1152.
19 HR. Bukhari no. 4564.
20 Shifatush Shofwah, Ibnul Jauziy, 2/333, Darul Ma’rifah, Beirut,
cetakan kedua, tahun 1399 H.
21 Al Madkhol, 1/164, Mawqi’ Al Islam
22 Shifatush Shofwah, 1/438.
23 Idem.
24 HR. Tirmidzi no. 3522. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih.
25 HR. Ahmad (3/257). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa
sanad hadits ini qowiy (kuat) sesuai syarat Muslim.
26 HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa.
27 Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 4/324, Darul Ma’rifah,
Beirut, 1379
28 Siyar A’lam An Nubala’, 8/435, Mawqi’ Ya’sub.
29 Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayyid bin Husain Al ‘Afani,
hal. 466, Darul ‘Affani, cetakan pertama, tahun 1421 H
30 Lihat Shahih Al Wabilush Shoyyib, antara hal. 91-96, Dar Ibnul
Jauziy
*)Disampaikan oleh: Ustad Agus Tardian
dalam Kutbah Jum'at di masjid Jendral Soedirman Purwokerto
20 November 2015
0 Response to "Keutamaan Orang yang Bisa Terus Istiqomah*"
Post a Comment